Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa titik berat
suatu logika adalah pada pembuktian validitas suatu argument logika proposional
dengan berbagai teknik yang relevan. Yaitu menggunakan table kebenaran sebagai
dasar pembuktian dan dan juga menggunakan hukum-hukum logika.
Logika proposisional sudah cukup untuk menangani
pernyataan-pernyataan yang sederhana dan banyak dijumpai dalam peristiwa
sehari-hari. Akan tetapi logika proposisional saja ternyata belum mampu
menangani argumen-argumen yang berisi pernyataan-pernyataan yang rumit dan
sering dijumpai dalam peristiwa sehari-hari. Sebagai contoh, perhatikan argumen
berikut:
Contoh 1:
1.
Semua gajah mempunyai belalai
2.
Dumbo seekor gajah
3.
Dengan demikian, Dumbo memiliki belalai.
Tanpa perlu dibuktikan validitasnya, orang-orang pasti
mengatakan argumen tersebut valid karena dengan jelas kesimpulan mengikuti
premis-premisnya. Akan tetapi bagaimana cara membuktikannya? Tentunya
menggunakan logika proposisional.
ARGUMEN PADA LOGIKA
PREDIKAT
Validitas sebuah argumen dapat dibuktikan dengan contoh yang
mirip dengan contoh 1. perhatikan contoh argumen berikut:
Contoh 2:
1. Semua mahasiswa pasti pandai
2. Badu seorang mahasiswa
3. Dengan demikian, Badu pandai
Secara nalar, kebanyakkan orang akan menilai bahwa argumen
di atas mempunyai validitas yang kuat. Akan tetapi, saat validitas tersebut
ingin dibuktikan dengan logika proposisional, ternyata tidak bisa diselesaikan.
Pembuktiannya dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur logika proposisional
dengan menentukan terlebih dahulu proposisi-proposisinya :
A = Semua mahasiswa pasti pandai
B = Badu seorang mahasiswa
C = Badu pasti pandai
Selanjutnya akan menjadi seperti berikut :
A
B
_____
:. C
Dalam ekspresi logika : (A ˄ B)=>C
Dalam bentuk ekspresi logika diatas, tidak ada hukum-hukum
logika proposisional yang dapat digunakan untuk membuktikan validitas argumen tersebut
karena tidak ada yang mampu menghubungkan antara ketiga proposisi yang
digunakan diatas. Atau tidak mungkin suatu kesimpulan yang berbeda dapat dihasilkan dari premis-premis yang berbeda.
Dengan kata lain, tidak mungkin suatu kesimpulan berupa C dapat dihasilkan dari
premis A dan premis B.
Jika argumen diatas masih ingin dibuktikan dengan logika
proposisional, maka kalimatnya harus diperbaiki. Misal seperti berikut:
Contoh 3:
1.
Jika Badu seorang mahasiswa, maka ia pasti
pandai
2.
Badu seorang mahasiswa
3.
Dengan demikian, ia pasti pandai
Jika diubah dalam bentuk ekspresi logika :
1.
B=>C premis
1
2.
B premis
2
3.
C kesimpulan
Atau dapat juga ditulis : [(B=>C) ˄ B] => C
Dalam logika proposisional, ekspresi logika diatas sudah
benar karena kesimpulan diambil dari premispremis. Persoalan yang terjadi
adalah pernyataan tersebut tidak sepenuhnya mampu menangkap ide pada argumen
yang pertama yaitu “Semua mahasiswa pandai”. Ide pada pernyataan tersebut tidak
tertangkap pada argumen kedua karena hanya mampu menunjuk seorang mahasiswa
yaitu Badu, bukan semua mahasiswa. Persoalan lain juga terjadi, yakni kesulitan
menentukan objek. Misalnya orang yang dimaksudkan jika diganti dengan kata
ganti orang. Perhatikan pernyataan-pernyataan pada contoh argumen berikut:
Contoh 4:
1.
Jika Badu seorang mahasiswa, maka ia pasti
pandai
2.
Dewi seorang mahasiswa
3.
Dengan demikian, ia pasti pandai
Siapakah “ia” yang berada pada kesimpulan? Apakah Badu atau
Dewi?. Kalau premis 1 diubah menjadi, “Jika Dewi seorang mahasiswa, maka ia
pandai”, maka pernyataan tersebut sudah pasti tepat. Akan tetapi, argumen
tersebut menunjuk kepada dua orang mahasiswa yaitu Badu dan Dewi, sehingga kata
“ia” sebagai kata ganti tunggal tidak bisa berperan dengan tepat karena bisa
berarti “Badu”, bisa juga berarti “Dewi”.
Jadi suatu argumen yang sangat kuat logikanya, memag ada
yang tidak dapat ditangani oleh logika proposisional. Oleh karena itu, logika
proposisional dikembangkan menjadi logika predikat (predicate logic) atau
kalkulus predikat (predicate calculus).
Untuk mencari kesamaan antara pernyataan-pernyataan dalam
argumen pada logika predikat, diperlukan sesuatu yang mampu menghubungkannya.
Pada contoh 4, penghubung antara Badu dan Dewi adalah keduanya mahasiswa.
Selain mengidentifikasikan individu-individunya, yaitu Badu dan Dewi, juga akan
dicari predikatnya. Ini merupakan langkah awal logika predikat sebelum
membuktikan validitasnya. Secara umum, predikat digunakan untuk menjelaskan
properti, yakni hubungan antara individu-individu. Lihat contoh yang sederhana
berikut:
Contoh 5:
Badu dan Dewi berpacaran
Dalam logika proposisional akan dipecah menjadi dua
pernyataan, yaitu “Badu berpacaran” dan “Dewi berpacaran”. Kedua pernyataan
tersebut akan menjadi aneh karena maksud kalimatnya bukan seperti itu. Disini
tidak diketahui dengan siapa Badu atau Dewi berpacaran. Padahal pada pernyataan
awal jelas bahwa Badu berpacaran dengan Dewi atau Dewi berpacaran dengan Badu.
Dengan logika predikat, kata “berpacaran” pada contoh 5
merupakan predikat, sedangkan individu-individunya yang berupa identitas yang
dihubungkan dengan predikat tersebut, yaitu Badu dan Dewi, disebut term. Term
pada logika predikat berfungsi sama seperti kata benda (noun) pada bahasa
Inggris.
Sebagai pelengkap term dan predikat, orang menggunakan
kuantor (quantifier), sedangkan prosesnya disebut pengkuantoran
(quantification). Kuantor mengindikasikan seberapa banyak perulangan pada
pernyataan tertentu yang bernilai benar, khususnya kuantor universal (universal
quantifier) yang mengindikasikan suatu pernyataan selalu bernilai benar.
Kuantor lainnya adalah kuantor eksistensial (existensial quantifier) yang mengindikasikan bahwa suatu
pernyataan kadang-kadang bernilai benar atau mungkin juga salah. Pada
pernyataan “Semua mahasiswa pasti pandai” maka kata “semua” secara universal
semuanya selalu bernilai benar.
Dari uraian diatas, maka hubungan antara logika predikat
dengan logika proposisional menjadi jelas, bahwa logika predikat sebenarnya
menjadikan logika proposisional menjadi bersifat universal atau umum. Dengan
demikian, selain term, predikat dan kuantor, logika predikat juga memiliki
proposisi-proposisi dan perangkai-perangkai sebagai bagian dari pembahasan dan
proses manipulasinya.
Satu bagian yang penting dari logika predikat adalah fungsi
proposisional (propositional function) atau cukup disebut fungsi saja. Fungsi
berperan penting sewaktu menggunakan persamaan-persamaan karena ia bertugas
persis seperti variabel proposisional karena fungsi tersebutlah yang dirangkai dengan
perangkai-perangkai logika, dan kemudian membentuk ekspresi logika, dari yang
rumit sampai yang sederhana dan digunakan sebagai bahan untuk dimanipulasi
secara matematis.
Bagi para ahli di bidang ilmu komputer, logika predikat
berperan penting dengan beberapa alasan. Pertama, logika predikat memberi
alasan logis yang mendasari bahasa pemrograman logika, misalnya PROLOG dan
LISP. Kedua, logika predikat mampu mendorong pengembangan kebutuhan aplikasi
komputer. Ketiga, logika predikat mampu berperan di bagian pembuktian tentang
masalah “correctness” sehingga dapat secara tepat mengetahui kondisi program
yang menghasilkan keluaran yang benar.
Contoh 6:
1.
Setiap kucing mempunyai ekor
2.
Tom adalah seekor kucing
3.
Dengan demikian, Tom memiliki ekor
Atau
1.
Setiap lelaki hidup abadi
2.
Socrates adalah seorang lelaki
3.
Dengan demikian, Socrates hidup abadi
Argumen juga bisa lebih panjang karena memiliki lebih dari 2
premis, tetapi tetap dengan satu kesimpulan. Lihat contoh berikut:
Contoh 7:
1.
Badu menyukai Siti
2.
Pria yang menyukai Siti pasti menyukai Dewi
3.
Badu hanya menyukai wanita cantik
4.
Dengan demikian, Dewi adalah wanita cantik
Jelas bahwa kesimpulan pada pernyataan ke-4 adalah logis
karena jelas berasal dari premis-premisnya, tetapi jika dibuktikan melalui
logika proposisional akan terjadi kesulitan karena kesimpulan bukan diambil
utuh dari premisnya, tetapi merupakan gabungan dari beberapa premis. Disinilah
logika predikat akan berperan. Banyak argumen logis yang tidak bisa
diselesaikan pembuktian validitasnya dengan logika proposisional. Untuk itu,
kemudian dikembangkan logika predikat untuk mengatasi masalah tersebut.
Logika predikat diperkenalkan oleh Sir William Hamilton
(1788-1856) dengan doktrinnya dinamakan “Quantification Theory”. Oleh karena
itu, logika predikat sebenarnya adalah logika proposisional yang ditambah
dengan hal-hal baru, yaitu pengkuantoran.
KALIMAT BERKUANTOR
Perhatikan kalimat-kalimat berikut:
1.
Semarang ibukota Jawa Tengah
2.
X adalah binatang berkaki empat, X = {kuda,
burung, ular, singa}
Jika diperhatikan pada kedua kalimat diatas, kalimat (a)
adalah sebuah kalimat pernyataan dengan nilai kebenaran T. kalimat (b) belum
dapat ditentukan nilai kebenarannya sebelum variabel x-nya diganti dengan salah
satu anggota himpunan dari x, karena itu kalimat (b) disebut kalimat terbuka.
Jika x diganti dengan dengan “kuda” atau “singa”, maka
kalimat terbuka (b) menjadi benar. Tetapi jika diganti dengan “burung” atau
“ular”, maka kalimatnya menjadi salah.
Apa yang terjadi jika terhadap suatu kalimat terbuka
ditambahkan kata-kata seperti : “untuk semua / setiap x … , Beberapa / Terdapat
/ Ada x … “ untuk kalimat (b) maka kalimatnya menjadi:
1)
untuk semua/setiap x, x adalah binatang berkaki
empat
2)
terdapat binatang x, dimana x adalah binatang
berkaki empat
kata-kata semua… , setiap … , beberapa … , terdapat …, ada
…, seperti diatas disebut dengan KALIMAT BERKUANTOR (Quantifier). Kuantor
tersebut menunjukkan atau berkaitan dengan banyaknya pengganti peubah x
sehingga didapatkan suatu pernyataan berkuantor yang bernilai benar saja atau
salah saja. Seperti yang telah diuraikan pada argumen logika predikat, kuantor
ada dua jenis yaitu kuantor universal dan kuantor eksistensial.
Terimakasih, sedikit membantu :)
ReplyDelete